Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Rusak atau Kebakaran

Sudah baca artikel sebelumnya tentang perlakuan akuntansi pada aset yang hilang ?

Jika belum, anda bisa membacanya di : Aset Tetap yang Hilang

Kali ini saya menulis tentang penarikan aset tetap, tentang perlakuan akuntansi pada aset tetap yang rusak (fatal damaged) dan aset tetap yang terbakar (fire loss).

Terkadang dalam sebuah usaha, ada saja kejadian kejadian yang tentunya tidak diinginkan terjadi, tidak terpikirkan bahkan tidak diduga bahwa sesuatu hal merugikan perusahaan yang tidak direncanakan bisa dialami oleh sebuah perusahaan besar maupun entitas skala kecil.

Aset tetap yang ada bisa rusak kapan saja, bisa terbakar kapan saja tanpa adanya jadwal yang jelas.

Bagaimanakah perlakuan akuntansinya ?

Aset Tetap Rusak (Fatal Damaged) dan Terbakar (Fire Loss)

penarikan aktiva tetap
aset tetap terbakar

Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab rusaknya aset tetap.

Kerusakan bisa diakibatkan kelalaian pihak perusahaan sendiri ataupun akibat force majeur.

[1] Kelalaian Pihak Perusahaan Sendiri

Kelalaian pihak internal perusahaan sendiri bisa dilakukan oleh karyawan, pemilik atau siapapun yang berada dalam lingkaran internal perusahaan.

Dari berbagai referensi, kelalaian pihak internal perusahaan ada beberapa kemungkinan dan yang paling sering terjadi adalah sebagai berikut:

# Terjadi kesalahan instalasi

Apabila kesalahan instalasi ini terjadi, sebenarnya yang bertanggung-jawab adalah teknisinya, teknisi bisa seorang tukang pasangnya.

Apabila menggunakan jasa teknisi dari luar perusahaan (outsourching) maka tentu saja yang bertanggungjawab mengganti rugi adalah pihak yang menyediakan jasa instalasi itu jika ada perjanjian didalamnya sebelumnya.

# Salah Dalam Pengoperasian

Apabila kasus seperti ini yang terjadi, maka yang bertanggungjawab adalah operator dan supervisornya atau bisa juga orang dalam perusahaan.

Tentu juga tergantung pada kebijakan masing masing perusahaan, bentuk tanggungjawab diwujudkan dalam penggantian kerugian aset tetap. 

Tetapi apabila kebijakan perusahaan tidak mengharuskan adanya ganti rugi kepada operator maupuan supervisornya, ya selamatlah si operator dari tuntutan ganti rugi. 

Semua tergantung perusahaan masing masing, karena beda perusahaan biasanya beda kebijakan.

Force Majeur | kerusakan karena bencana alam

Bentuk dari Force Majeur bisa beragam. Banjir, kebakaran, gempa, bahkan badai, kerispatih (#eh).

Untuk melindungi aset tetapnya dari kemungkinan kerugian atas bila terjadi force majeur, perusahaan biasanya menggunakan jasa asuransi untuk meminimalisir resiko (loss coverage) kerugian.

Dan yang paling penting, semua kejadian kategori force majeur yang terjadi harus disertai oleh bukti lapor dari kepolisian.

Ok, lalu bagaimana prosedur penghapusannya?

Prosedur penghapusan sama saja prosedurnya dengan kasus kehilangan, namun akan menjadi sedikit berbeda jika setelah kerusakan ada ganti rugi ataupun diganti oleh asuransi (insurance coverage).

Contoh kasus:

PT Foraz pada tanggal  6 Juni 2014 meresmikan sekaligus memakai untuk pertama kalinya gedung ekspansi PT Foraz yang di perolehnya dengan harga perolehan senilai Rp 1.000.000.000, (1M)

Diperkirakan, gedung baru tersebut akan bertahan selama umur ekonomisnya  hingga 50 tahun lamanya.

Untuk menghitung penyusutan gedung. manajemen memutuskan untuk menggunakan metode garis lurus.

Tetapi celakanya,pada 28 agustus 2014 gedung yang baru saja diresmikan tersebut mengalami musibah kebakaran yang meludeskan hampir seluruh bagian gedung.

Beruntungnya PT foraz, gedung yang terbakar tersebut telah diasuransikan dan mendapat uang pertanggungan pada tanggal 29 Agustus sebesar Rp 800.000.000.

Langkah Pertama: Update Nilai Buku terakhir Aset Tetap Gedung

Penyusutan 6 Jan – 28 Agustus 2014:

Penyusutan = 3/12 x (Rp 1.000,000,000/50) = Rp 5.000.000

Akui penyusutan dengan jurnal:

[Debit]      Depreciation        Rp 5.000.000
[Credit]             Accum. Deprec                 Rp 5.000.000

catatan: penyusutan hanya 3 bulan, karena gedung sempat dipakai selama 3 bulan

Dari penjurnalan seperti diatas maka Akumulasi penyusutan sebesar  Rp 5.000.000

Sehingga nilai buku aktiva gedung per tanggal 28 Agustus 2014 menjadi:

Nilai Perolehan - Akumulasi penyusutan aset tetap gedung
1.000.000.000 - 5.000.000
= Rp  995.000.000


Langkah ke dua: Hapus Aset Tetap Gedung

Pada tanggal 28 Agustus 2014, Aset Tetap Gedung yang terbakar dihapus, jurnalnya:

[Debit ] Accum Deprec.             Rp       5,000,000
[Debit ] Fire Lost Rp                  Rp   995.000.000
[Credit] Aset Tetap Gedung                               Rp 1.000.000,000

Langkah Selanjutnya: Pengakuan Klaim Asuransi

Tanggal 29 Agustus 2014, penerimaan klaim asuransi sebesar Rp 800,000,000 jurnalnya:

[Debit] Kas                 Rp 800,000,000
[Credit] Fire Lost                                   Rp 800,000,000

Jadi, dari penjurnalan diatas, maka kerugian akibat kebakaran gedung per tanggal 29 Agustus 2014 tinggal:
Rp 995.000.000 - Rp 800.000.000
= Rp 195.000.000


Notes:
Pada akhir periode, sama seperti aset tetap yang hilang, aset tetapnya tentu tidak kelihatan lagi pada neraca karena saldonya sudah nol.

Sedangkan kerugiannya dimasukkan ke dalam kelompok Pos Pos Luar biasa (extra ordinary items).

Dan dalam catatan laporan keuangan, harus diberikan penjelasan yang cukup mengenai penyebab terjadinya Extraordinary Items.

Dari kasus aset tetap terbakar diatas, apabila bangunan perusahaan terbakar sampai habis hingga tak tersisa, ludes, semua isi isinya seperti mesin, peralatan, inventory dan semuanya juga hangus dimakan api yang lagi marah.

Mesin dan juga peralatan kantor dapat dihapus dengan cara yang sama seperti penghapusan bangunan.

Tetapi bagaimana dengan Inventorinya ?

Apakah sama caranya ?

Tidak.

Penghapusan inventori tidak sama dengan aset tetap, karena inventori itu berhubungan/terkait langsung dengan harga pokok penjualan.

Dalam:

Share:


Pengetahuan Terkait

No comments:

Post a Comment

Copyright © mnjmn. My Simple Template: Simple Template Design